aku dan Matahari

14 05 2008

yang tersisa kini
hanya Matahari dan aku.

dia menolak ikut serta.

seperti biasa,
Matahari akan membagi sinarnya.
dan aku,
mengabarkan cinta dalam sinarannya.

tanpa dia,
Matahari tak akan berhenti membagi sinarnya
dan diriku,
tak akan berhenti
mengabarkan cinta dalam sinar Matahari





3 05 2008

memahami cinta,
tidak sama dengan mencintai.





tentang mawar sederhana

2 05 2008

setujukah,
mawar putih
tak perlu dihiasi untuk menunjukkan kecantikannya?

bahwa kecantikan adalah sebagaimana adanya;
kecantikan adalah kesederhanaan.

setujukah?





#6

7 04 2008

bintang,
masing-masing punya orbit
dan waktu edar tersendiri.

begitu juga dengan manusia, bukan?





kedua mata melihat…

8 03 2008

satu mataku
melihat dalam ketakutan;
kau dihantarkan menuju ladang penuh serigala,
dan tak mampu berdaya melawannya.

mataku satu lagi
menatap dalam pengharapan;
kau diajak ke ruang belajar,
dan pasti kembali dengan genggaman penuh pengetahuan.





yakin menuju lautan

6 03 2008

air sungai
tak pernah sekalipun khawatir
tak bisa sampai ke lautan.

ia percaya
Kehidupan akan menuntunnya menemukan jalan.





membuang atau memberi

4 01 2008

Dari keran yang lupa kau tutup
mengucur begitu derasnya air bening, lagi segar.

Suara kemarahan pun
tak pelak lagi jadi santapanmu.

“Membuang-buang air!” Seru mereka.

Namun,
tak jauh dari tempatmu tertunduk takut; terancam,
sekelompok akar tengah menari
menyambut sang penghilang dahaga;
sang pembawa kehidupan,
beriringan menuju arahnya.

Dan serentak mengucap syukur atas pemberianmu.





mengapa bermusuhan?

1 01 2008

Jika kita adalah makhluk serupa
dengan pakaian beranekaragam,
mengapa perlu saling bermusuhan?





berganti tiap waktu

1 01 2008

Tidak akan pernah ada istilah :
‘berganti tahun’
jika pergantian sungguh bisa terjadi di tiap waktu.





…sebuah tetumbuhan di pinggir sungai

1 09 2007

sudah beratus ratus hari, sejak kecil,
ku tinggal di sini.
di sini, tepat di pinggir sungai ini,
kakiku telah tertancap kuat.

dulu,
bibir sungai ini,
olehku dan beberapa kerabat,
dijadikan ruang hidup.
air airnya, di pagi hari menggelitiki jari kakiku
dan di sore hari menyeka kotor di kakiku.
sebagai ganti,
kuberikan dedauan dan rerantingan
untuk dikirimkan bagi yang butuh.

dan begitulah kesehariannya..
semuanya berjalan begitu landai dan damai,
di Tangan Yang Tepat.

sampai,
satu manusia,
dua manusia,
manusia dan anakanaknya,
mulai ganti pegang kendali.

sebatang demi sebatang,
sahabatku mulai bertumbangan.
mungkin aku akan segera menyusul.

satu demi satu,
ikan ikan di dasar sungai tak lagi kelihatan,
dasarnya pun, tak lagi bisa diterawang.

detik demi detik,
air sungai semakin tinggi, saat hujan mengguyur.
ia kini seperti gelas (berdinding) yang jadi tak mampu tampung cucuran hujan.

hari kini,
tiga manusia
sedang memotong motong jariku.
aku dengar suara mereka,
namun tak tahu maknanya :
‘sulur ini harus dihabisi,
karena saat banjir,
banyak sampah tersangkut disini’

apa yang membuat mereka berpikir,
bahwa jariku ikut bersalah
dalam meluapnya air sungai ini?
apa yang membuat mereka berpikir,
dengan menghentikan jariku tumbuh,
masalah luapan pun terselesaikan?

apakah yang di pikirkan mereka?





dua bocah di tepi jalan

3 05 2007

di tepian jalan,
di siang yang penuh terik matahari,
dua bocah kecil sedang melahap
sebungkus nasi dengan ikan dan sayuran.

satu anak,
bercelana pendek,
berkaos hitam,
berkulit sama hitam
tengah menyendok santapannya,
dengan tangan dibungkus plastik hitam.
“supaya tidak terkotori tanah di jari jari” mungkin begitu pikirnya.

sesuap nasi, sesobek ikan, sedahan sayuran,
dijejalkan masuk ke mulut.
lagi,
lagi,
dan lagi..
begitulah siklusnya.

satu yang lainnya,
yang terlihat lebih kecil dan muda,
dengan tak sabar menanti giliran.
sama menantinya
seperti baju dan celana–pelindung kulit anak itu,
yang akan segera terkoyak gerusan waktu.
“aku lapar, kapan aku makan?” matanya mengatakan hal itu

satu suap, satu sobek, satu dahan,
lagi,
lagi,
dan lagi,
disaksikan tak jua masuk ke mulutnya..

akhirnya tiba waktu yang ditunggu.
si kaos hitam berhenti makan,
dan kini saat bagi yang lebih muda untuk mengambil kesempatan;
menghabiskan separuh rejeki di depannya.
diganyanglah makanan itu..

aku,
mengamati dari sisi jalanan yang lain.
aku,
memalingkan mataku agar tak memperhatikan mereka.
dan mataku menurut.
aku,
mengalihkan pikiranku agar tak memikirkan mereka.
dan pikiranku tunduk.

tapi,
yang ada di dalam dada;
hatiku,
seolah memiliki mata dan pikiran sendiri.
hatiku terus melihat mereka–dengan matanya sendiri,
hatiku terus memikirkan mereka–dengan pikirannya sendiri.

dengan mata dan pikiran melihat lurus ke depan,
bersama kaki yang melangkah lurus pula,
aku meninggalkan tempat itu.

tapi hatiku,
masih menatap
masih merenungkan kedua anak tadi..
menahan diriku menapak..

hatiku,
masih tertinggal di sekitar meja makan si kaos hitam dan si muda.

© 2007 oleh FA Triatmoko HS





deritaku, ikan dan tanah

4 04 2007

malam ini,
kepalaku seperti,
sedang dipukul pukul dengan sebongkah batu,
terus menerus.

rasa sakitnya tak terkira.

mungkin,
seperti ini yang dirasa tanah,
saat paku paku bumi yang gagah
ditancap sampai jantungnya,
dengan paksa.

tidak..
pasti jauh lebih sakit,
penderitaan berhari hari
berbulan bulan bahkan tahunan.

malam ini,
aku seperti,
terseret ke dalam pusaran air
yang tak tahu kapan berhenti.

rasa peningnya tak terduga.

mungkin,
semacam ini yang dirasa ikan ikan kecil,
ketika baling baling kapal raksasa
menyedot sekawanan dari mereka
tanpa belas kasihan.

tidak..
pasti jauh lebih pening,
penderitaan tanpa henti
yang mungkin berujung kematian.


setelah kutelusuri
deritaku tentu tak sebanding
dengan derita tanah atau ikan ikan,
bahkan seluruh alam ini..
mengapa mesti kukeluhkan?

© 2007 oleh FA Triatmoko HS





kisah cinta ia dan nya

1 04 2007

ia berkata padanya,
“aku cinta kamu”.
dijawabnya dengan,
“aku cinta padamu pula”
dan beranjaklah mereka naik ke ranjang.

apakah ia berkata jujur?
“aku cinta padamu” yang mengandung kejujuran?
tak ada orang selain ia yang tahu.
paling tidak,
pikirannya menganggap ia mengungkapkan kejujuran.

tapi,
tidakkah didengarnya,
kata kata lain yang ia hadirkan?
kata yang keluar tidak ia sadari?

mungkin tidak.

tak didengarnya,
kata mata,
lewat sorotan ia yang menginginkan sesuatu.
tak didengarnya,
kata suara,
lewat nada bicara ia yang memuat keraguan.
tak didengarnya,
kata tangan,
lewat kekakuan ia saat genggam tangannya.
tak didengarnya,
kata udara,
lewat hawa tak nyaman waktu ia peluk tubuhnya.
tak didengarnya,
kata syaraf,
lewat kasar gerakan ketika ia melumat bibirnya.

hanyut dalam cinta, pernah dialaminya.
dalam kata cinta yang keluar hanya dari mulut ia.
kata yang membutakan semua inderanya.
kata yang tak bermakna sama,
dengan kata kata lain yang ia ucapkan tanpa sadar.

dan..
karam dalam cinta, kini sedang ditanggungnya.

*terinspirasi oleh akting seorang bintang sinetron serta bahasa non verbal.

© 2007 oleh FA Triatmoko HS