kau tahu?
dirimu menjadi racun!
buah campuran;
hiperbola dari perasaanku,
heharuman khayalanku,
dan setumpuk rasa ingin tahuku.
kau tahu?
dirimu menjadi racun!
buah campuran;
hiperbola dari perasaanku,
heharuman khayalanku,
dan setumpuk rasa ingin tahuku.
kala waktu menyesak dada,
muncul mendung menggelayuti,
ku ucapkan; ya, aku sedih.
Kaca-kaca di matamu
tampak seperti akan segera pecah,
didorong dorong dan dibentur bentur
oleh kesedihan yang tak lagi mampu tertampung di hati.
—
Kataku :
lihatlah bintang, kawan.
Karna gugusan sinarnya,
niscaya, hanya airmata gembira yang akan terurai di wajahmu.
Oh,
sayang sekali..
Anda saja aku bisa menggambarkan
dan menyampaikan keriangan dalam hatiku ini
padamu;
benar sesuai yang kurasa.
Tentu hidup tak akan seberat yang kau kira kini.
Dari keran yang lupa kau tutup
mengucur begitu derasnya air bening, lagi segar.
Suara kemarahan pun
tak pelak lagi jadi santapanmu.
“Membuang-buang air!” Seru mereka.
—
Namun,
tak jauh dari tempatmu tertunduk takut; terancam,
sekelompok akar tengah menari
menyambut sang penghilang dahaga;
sang pembawa kehidupan,
beriringan menuju arahnya.
Dan serentak mengucap syukur atas pemberianmu.
kamu dan gunung meletus,
terhadap hidupku, adalah sama;
sama-sama menghancurkan sekaligus menciptakan.
Ada kesedihan yang tak kukenali
menyergapku saat ini.
Jika kita adalah makhluk serupa
dengan pakaian beranekaragam,
mengapa perlu saling bermusuhan?
‘Wounded healer’;
penyembuh yang terluka,
begitu ku menyebut diri saat ini.
Tidak akan pernah ada istilah :
‘berganti tahun’
jika pergantian sungguh bisa terjadi di tiap waktu.
Cinta;
menjadi sesederhana dan serumit bagiku,
dalam kesempatan yang sama.
Tak sangka aku,
ada yang berhasil menembus dan membongkar
topeng kebahagiaan yang kupakai malam ini.
Tidakkah kalian melihat,
jalan penciptaan belumlah selesai dibangun dan bahkan terus berlangsung.
Tak perlulah mengikuti rasa takut karena imbas prosesnya.
komentar terbaru