terperangkap diantara benalu

28 03 2007

seorang berbaju putih berkata,
“kau seolah sebuah pohon;
kemana akarmu memburu air,
kemana rantingmu menjulur,
kemana daunmu mencari sinar mentari
akan tentukan buah yang kau hasilkan.”

hidupmu adalah hasil buatanmu…
kau punya daya kendali atasnya…

seorang lain, berbaju hijau berkata,
“kau serupa sebatang tanaman;
kemana bebatuan tanah mengarahkan pencarian airmu,
kemana angin membungkukkan tangkaimu,
kemana surya memandu daunmu,
akan tetapkan pokok yang kau lahirkan.

hidupmu telah ada yang mengatur…
pasrahkan saja kesemuanya..

dan aku…
sepotong tumbuhan yang berjuang hidup,
tertempel benalu putih dan benalu hijau…

dan aku…
sepotong tumbuhan yang terperangkap pertentangan,
antara kata kata benalu putih dan kata kata benalu hijau…





dari hulu ke hilir

25 03 2007

tak tahukah kamu?
bagaimana rangkaian kata dariku sampai padamu?

semua berawal dari hulu di hati,
lalu mengalir deras dalam darah,
memanasi diri,
membuat kata kata berloncatan dalam kepala,
meningkatkan ketidaksabaran tuk aktualisasi,
memaksa pikiran mencerna makna,
lalu menyusun kata jadi kalimat yang tepat.

hingga akhirnya sampai di hilir; di jemariku.

namun semua tak berakhir di situ.

dengan bantuan pena,
dan sedikit keberuntungan pencarian kata yang tepat,
kalimat itu keluar menjadi kenyataan.

dan dengan pertolongan Angin,
kalimat itu sampai kepadamu.

tapi,
tetap tak tahukah kamu?
kalimat itu bersumber dari hatiku,
yang tersentuh oleh dirimu.





cinta ibarat..

25 03 2007

cinta
ibarat,

kelapangan hati aliran sungai,
yang tanpa terputus
menyisipkan dirinya–tanpa imbalan,
ke setiap serat tetanaman yang bisa didaki.

kerelaan hati tumbuhan hijau,
yang tak henti
menyerahkan cadangan airnya–tanpa pamrih,
ke sinar matahari di siang terik.

keikhlasan hati bunga lili
yang terusmenerus
memberikan sarinya–tanpa balasan,
ke semua kupukupu yang bisa dipikat.

cinta
ibarat,

pemberian maaf kepada matahari–tanpa syarat,
dari tumbuhan hijau
karena terkadang matahari membakar daunnya.

pelimpahan ampunan kepada kupukupu–tanpa tuntutan,
dari bunga lili
sebab adakala kupukupu rusakkan mahkotanya.

penyampaian ampun kepada tetanaman–tanpa permintaan,
dari aliran sungai
lantaran sesekali tetanaman keringkan isinya.





padi jadi beras jadi nasi jadi bencana

20 03 2007

telah turun menurun
aku serta sekumpulan masyarakat disini,
mampu sesuaikan diri dengan alam sekitar.
kebijaksanaan leluhur tentang bertahan hidup
seperti sudah mendarah di tiap penerusnya.
aku bisa pergi ke hutan,
berburu hewan,
lalu menyantap hasilnya bersama kawan dan keluarga,
walaupun kadang ku pulang tanpa tangan membawa apa apa.
atau..
aku pergi ke hutan,
memetik tanaman,
lalu meramu dan memakannya bersama sahabat dan kerabat,
walaupun racun tetumbuhan bisa saja mengancam, menjadi resiko.

tapi..

semenjak orang orang berseragam masuk lingkungan kami,
semua seperti berubah.
sebuah cara baru beroleh makan diperkenalkan padaku :
menanam semacam rerumputan di sepetak tanah,
membasahinya dengan air,
melemparkan bubuk bubuk secara berkala,
lalu memanennya saat sudah mulai merunduk.

akupun lama lama terbiasa dengan itu,
sama seperti semua orang.

berbulan,
beberapa tahun sejak panenan pertamaku,
kuajarkan ilmu tanam ini ke anak cucuku.

berpuluh tahun,
beratus tahun sejak moyangku ajarkan ilmu bertanam,
kekeringan besar landa kehidupan daerah ini.
petakan tanah, ladang makananku, tak lagi menghasilkan.
aku dan semua yang tinggal disini
mulai rasakan kelaparan.

aku dan semua penduduk,
kehilangan akal,
harus lakukan apa tuk atasi rasa lapar ini.
yag kutahu hanya tanam menanam,
sama seperti semua orang.
sebuah pengetahuan tentang bertahan hidup,
kebijakan dari masa lampau,
seperti telah hilang dari budayaku.
ketergantungan terhadap hasil tanaman,
jadi tema utama disini.

orang orang berseragam pun mulai berdatangan,
namun juga tak mampu tanggulangi bencana ini.
hanya omong omong kosong yang selalu mereka beri kami.

satu satu, tetanggaku mulai temui kematian.
mereka pergi meninggalkan seonggok tubuh kurus dengan perut membengkak,
dan sanak keluarga yang tak mampu lagi menangis.

akankah aku menyusulnya segera?





satuan ujar seorang mantan romo

15 03 2007

kata ini kudengarkan padamu :
‘aku rasa jalan ini bukan yang seharusnya kulintasi’.

sedari dulu,
keraguan tak pernah berhenti menggangguku.
mulai dari
hanya muncul, sambil sembunyikan separuh lebih badannya,
lalu tampak, namun belum mengusik,
hingga mulai terbukanya sebuah interaksi.

sudah sebelas tahun lebih ia ada, mengintai.
selama itu juga,
ia membangun kekuatan untuk menyembul keluar dari ketidaksadaranku.
selama sebelas tahun,
kusimpan sedikit kekuatanku menjaganya tetap tak terperhatikan;
bayangkan aku mencoba menutup pintu bagi sebuah keraguan.

namun,
benturan benturan hidup yang kualami,
menghabiskan tenagaku,
mau tak mau bukakan pintu baginya :
kini aku mulai merasa amat ragu,
ragu dengan pilihanku.

tak ada yang tahu keraguan ini,
dan memang aku tak ingin itu ada.
ku sangatlah ragu ;
bukan karena aku malas jalani pilihan,
bukan karena ku jatuh dalam percintaan manusia,
bukan..
aku hanya merasa
jalan ini bukan yang seharusnya kulintasi..
tempatku ada di ruang waktu lainnya, aku yakin itu.
dan rasanya,
kalian tak perlu penjelasan yang lebih jelas lagi dariku.





tersiksa sendirian

7 03 2007

dari tatapan matamu,
aku menerka,
aku membaca,
dan
aku tahu ada yang tak beres;
ada yang tak biasanya.

tapi sebenarnya aku berharap :
bahwa aku tak tahu itu.
aku tersiksa
dengan hasil terkaan dan bacaan inderaku sendiri.

kubohongi diriku sendiri,
berpura-pura tak tahu.
kuanggap aku tak tahu apa-apa.
kuanggap aku salah menerka keadaan.
kuanggap aku salah membaca tanda.

namun,
justru itu semakin menyiksaku..

sekarang,
aku hanya bisa berharap
aku salah menerka
dan
aku salah membaca.





sampah menjadi berlian

2 03 2007

sesuatu
yang kau anggap sampah,
menjadi sebuah berlian berharga
yang selalu bisa kupakai.

sesuatu
yang kau anggap tak berarti,
menjadi penuh daya guna
untuk kupakai dalam kehidupanku.

sesuatu
yang terlihat remeh bagimu,
bisa saja menjadi penyambung
kehidupanku di hari ini dan hari besok.